Jakarta – Berbagai penelitian sepakat bahwa ketekunan lebih bisa memprediksi kesuksesan seorang anak, daripada IQ. Hal ini diungkapkan oleh seorang psikolog pendidikan sekaligus penulis bernama Michele Borba dalam CNBC Make It.
Anak-anak yang tekun tidak akan mudah menyerah saat mereka mengalami kemunduran. Mereka memiliki kepercayaan bahwa usahanya akan membuahkan hasil. Oleh sebab itu, mereka bisa menjaga motivasi dan menyelesaikan apa yang sudah dimulai, meski ada hambatan.
Namun, ada empat hal yang bisa menggagalkan ketekunan seorang anak. Menurut Borba, keempat hal ini bisa disingkat sebagai FAIL.
Faktor-Faktor yang Bisa Menggagalkan Ketekunan
1. Fatigue (kelelahan)
Para orang tua sebaiknya menjaga fokus anak dengan menerapkan jadwal rutin untuk tidur. Matikan ponsel satu jam sebelum tidur dan simpan di luar kamar saat waktunya tidur.
2. Anxiety (kecemasan)
Tekanan untuk menjadi sukses bisa menyebabkan perasaan kewalahan. Jadi, sebaiknya orang tua juga mengatakan kepada anak bahwa kasih sayang mereka tidak bergantung kepada kesuksesan
3. Identity (identitas yang hanya berdasarkan prestasi yang cepat digapai)
Anak-anak sebaiknya ditanamkan mindset untuk terus berkembang agar mereka paham bahwa kesuksesan bukanlah hal yang tetap. Mereka sepatutnya dipuji atas usaha, bukan prestasi yang diraih.
4. Learning (pelajari kadar ekspektasi yang tepat)
Orang tua sebaiknya menetapkan ekspektasi hanya sedikit di atas tingkat kemampuan anak. Ekspektasi yang terlalu tinggi bisa menyebabkan kecemasan, sedangkan yang terlalu rendah akan menimbulkan kebosanan.
Sementara, Borba juga menyebutkan beberapa hal yang bisa dilakukan orang tua untuk membantu anak membangun ketekunan.
Tips untuk Membangun Ketekunan
1. Lawan faktor-faktor yang membuat putus asa
2. Ajarkan bahwa kegagalan adalah kesempatan untuk tumbuh
3. Ajarkan untuk membagi tugas menjadi bagian-bagian yang lebih kecil supaya anak lebih percaya diri dalam menyelesaikan tugas dari waktu ke waktu
4. Rayakan keberhasilan kecil
5. Latih fokus mereka, misalnya dengan cara menerapkan timer atau alarm saat mengerjakan tugas atau belajar
6. Tidak mengabaikan rasa frustasi anak, mengajak beristirahat sejenak, lalu mengidentifikasi kesulitan yang ditemui
7. Memuji usaha
8. Bantu anak untuk mengatakan pernyataan positif kepada diri mereka saat menghadapi kesulitan, contohnya “Tidak harus sempurna, saya akan menjadi lebih baik jika terus mencoba.”
9. Mundur dan biarkan anak mencari tahu atas sesuatu yang bisa mereka lakukan sendiri.
Itulah soft skill yang mengalahkan IQ dalam hal memprediksi kesuksesan seorang anak saat dewasa nanti. Detikers setuju?
Tinggalkan Komentar